Tangis Ani

Ani menangis sesenggukan di balik bantal merah di kamarnya. Ia begitu terpukul ketika ayah dan ibunya baru saja memarahinya. Pasalnya, Ani baru saja menghilangkan HP baru yang dibelikan ayahnya dua bulan yang lalu. Ia merasa sangat benci kepada kedua orang tuanya pada saat itu, lebih benci melebihi bencinya kepada teman satu kelompoknya yang dulu sempat mempermainkannya dengan memberinya banyak kerjaan. Saat itupun Ani merasa benci pada Rina, yang menurutnya tidak adil dalam membagi tugas kelompok dengannya. “Bayangkan saja, masa aku disuruh mencari buku-buku referensi di perpustakaan umum daerah, disuruh membacanya, sekaligus merangkum buku-buku tersebut; sementara Rina hanya kebagian mencari artikel di harian kompas, dan merangkum bacaan tersebut. Ini jelas gak adil!”  Itulah ungkapan sebagai wujud ekspresi kekesalan Ani terhadap Rina. Rina saat itu menjengkelkan, tapi tidak lebih menjengkelkan dari ayah ibunya saat ini. Sikap arogan Rina mungkin dapat dimaklumi oleh Ani karena Rina bukan siapa-siapa-nya Ani; sementara ayah dan ibunya, mereka adalah perantara keberadaan Ani di dunia. Ibunya telah mengandungnya selama kurang lebih 9 bulan, melahirkannya dengan mempertaruhkan hidupnya, merawatnya dengan penuh kasih sayang sampai kini Ia dewasa. Ayahnya, menafkahi kehidupan keluarga sedari dulu, membiayai segala kebutuhannya baik kebutuhan lahir, maupun bathin. Ketika anak seusianya asyik dengan mainan baru, maka ayahnya yang pertama kali iri dan ingin membelikan mainan yang sama untuk Ani. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, mereka tidak mengharapkan balasan materi dari seorang Ani. Itulah pergelutan kebencian Ani dengan sejuta kebaikan ayah dan ibunya. Perbandingan itu seperti sangat timpang adanya; sebab kebaikan ayah dan ibunya jauh meninggalkan alasan kenapa Ia harus membenci ayah dan ibunya.
Deraian air mata terus saja membasahi kelopak matanya, mengalir lembut di pipinya, sampai kemudian membasahi bantal merah kesayangan Ani. Masih saja dia belum bisa menemukan alasan kenapa dia harus membenci ayah dan ibunya. Ia tahu persis bahwa ayah dan ibunya jelas-jelas sayang terhadap dirinya. Lantas kenapa cara yang dipakai tidak mencerminkan rasa sayang itu. Ada banyak cara orang menyampaikan rasa sayangnya, tapi kenapa dengan cara ini ayah ibunya menyampaikan rasa sayang itu kepadanya. Kenapa tidak rasa sayang yang jelas-jelas dapat kumengerti dengan baik. Kenapa tidak dengan rasa sayang yang diberikan kebanyakan orang pada umumnya. Tiba-tiba saja pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan satu pertanyaan tajam untuk dirinya. Seberapa kenal dirinya terhadap orang tuanya? Sampai-sampai cara yang digunakan ayah ibunya untuk menyampaikan rasa sayang itu tidak segera Ia kenali, jangan-jangan memang Ia belum begitu kenal dengan ayah ibunya. Sebab tidak kenal maka tidak sayang. Ah betapa celakanya diri ini kalau-kalau diri ini belum bisa mengenali orang-orang yang mati-matian bekerja untuknya. Kemudian Ani mengusap air matanya dari kelopak dan pipinya. Ia pandangi foto keluarga yang ada di meja dekat kasurnya. Ia pandangi ayah dan ibunya yang berada di dalam foto keluarga itu. “Ayah, Ibu, apakah aku belum cukup mengenalmu? Apakah aku belum sayang terhadapmu?” Ia pandangi dalam-dalam foto itu seakan-akan menunggu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang baru saja Ia lontarkan. Suasana begitu hening, jam dinding kamarnya menunjukkan pukul 12.00 malam. Tiba-tiba tangisnya pecah lagi dan Ani kembali membenamkan mukanya ke dalam bantal merah kesayangannya. Entah apa yang membuatnya menangis lagi kali ini, akan tetapi ia merasakan ada yang berbeda. Ia merasakan tangisan yang berbeda dari tangisan sebelumnya. Ia kemudian meraih foto keluarga yang tadi dipandanginya dan memeluknya erat-erat. Sampai kemudian Ia tertidur pulas dengan foto keluarga dalam peluknya.
Di ruangan yang berbeda, 4 jam sebelum kejadian diatas
Ayah dan ibunya Ani pun merasakan kegundahan. Ia merasa barusan telah memarahi Ani terlalu keras. Ia merasa bersalah terhadap Ani, putri semata wayangnya.
Ayah    : “Ya sudah bu, besok ayah belikan lagi HP yang baru buat nok Ani”
Ibu       : “Iya Pak, Ibu juga mau beliin baju yang kemarin Ibu lihat di Malioboro. Kayanya Ani bakal suka dengan baju itu.”

Gambar diambil dari sini

Comments

Popular posts from this blog

Legalisir Ijazah di DIKTI, Kemenkumham, dan Kemenlu

Menapaki Sulawesi

Anakku menangis dan menjerit setiap malam